Kematian
Terindah (Khubaib bin Adi RA )
Setiap yang bernyawa pasti akan
mati atau meninggal itu merupakan takdir yang tidak bisa dielak oleh mahluk
hidup, termasuk mahluk yang diberi akal pikiran yaitu, manusia. Kematian
merupakan sebuah keniscayaan yang pastinya akan terwujud sesuai dengan takdir
yang Allah sudah tentukan sebelumnya.
Percaya atau tidak hamba pun pernah merasakan beberapa kali bisa saja
kematian menghampiri hamba, mulai hampir terjatuh dari pernah berjalan
menyebrangi sungai melewati jembatan rel kereta api, lalu pernah juga ketika
itu sedang berada di bis kota 2 kali hamba ditodong senjata tajam, di kereta
pun pernah ditimpuk batu oleh sekolah lain ketika berada di pintu kereta, juga
pernah dikejar-kejar puluhan orang ketika lewat sebuah jalan bekas tawuran dan
yang terakhir hampir saja tertabrak kereta ketika menyebrang mungkin sekitar
jarak 10 meter kereta didepan saya. Bila dipikir-pikir jika saja sudah
takdirnya mungkin beberapa kejadian tersebut sudah membuat saya meninggal,
namun hamba yakin jika memang takdir dari Allah belum meninggal mahluk
tersebut, maka seberapa besar kejadiannya maka mahluk tersebut tetap akan
hidup.
Mungkin banyak juga orang lain yang merasakan hal yang sama, sudah berada
di kondisi yang kritis sekalipun tapi Allah tetap menyelamatkannya untuk tetap
hidup, namun dalam hidup sendiri pasti akan ada banyak masalah dan ujian yang
akan datang tak jarang ketika masalah yang begitu besar datang maka muncul niat
untuk bunuh diri dengan beranggapan ketika bunuh diri maka semua akan selesai
begitu ujian yang dihadapi dan hamba pun pernah terpikirkan untuk bunuh diri
tersebut, tapi hanya terlintas dalam pikiran saja.
Bunuh diri merupakan salah satu hal yang sangat dibenci oleh Allah dan
begitu besar adzab yang akan diterima oleh pelakunya yaitu adzab di alam kubur
dan di akhirat kelak, oleh Karena itu segeralah mengingat Allah ketika sudah
muncul hal tersebut.
Kematian sendiri kita tak akan pernah ada yang mengetahui kapan dan
bagaimana penyebab kematiannya tersebut sebab semuanya adalah rahasia Allah dan
kita sebagai manusia hanya bisa berdoa agar kelak diambil nyawanya dalam
kondisi beriman kepada Allah, apalagi lebih baik jika dalam kondisi beribadah
kepada Allah karena pasti akan menyesal ketika kematian kita dalam kondisi
bermaksiat atau dalam kondisi tidak beriman.
Salah satu kematian terindah menurut hamba ialah salah seorang sahabat
Nabi Muhammad SAW bernama Khubaib bin Adi dan berikut adalah kisahnya :
Pada tahun ke-3 hijriyah,
beberapa utusan dari kabilah Udal dan Qarah mendatangi Rasulullah SAW. Mereka
mengabarkan bahwa mereka telah mendengar tentang Islam. Untuk itu mereka
meminta Rasulullah agar mengirim utusan agar dapat mengajarkan Islam kepada mereka.
Maka Rasulullah pun mengutus 10 sahabat untuk memenuhi permintaan
tersebut. Rasulullah menunjuk Ashim bin Tsabit sebagai amir (pemimpin) mereka.
Namun di suatu tempat, di antara Usfan dan Makkah, kelompok kecil ini diintai
oleh sekitar 100 pemanah dari Bani Lihyan. Mengetahui hal tersebut, Ashim
segera memerintahkan teman-temannya agar segera berlindung ke sebuah bukit kecil
di sekitar daerah tersebut.
Sebenarnya, Ashim dan kawan-kawan berhasil mengelabui pasukan pemanah
musyrik tersebut. Namun Allah SWT berkehendak lain. Biji-biji kurma yang mereka
bawa sebagai bekal dari Madinah, tercecer sepanjang jalan, memberi petunjuk
keberadaan rombongan Ashim. Akhirnya kesepuluh sahabat itu pun terkejar.
"Kami berjanji tidak akan membunuh seorang pun di antara kalian jika
kalian menyerah," teriak salah seorang musyrik yang mengepung mereka.
"Kami tidak akan menerima perlindungan orang kafir. Ya Allah,
sampaikan berita kami kepada Nabi-Mu," jawab Ashim tegar.
Maka rombongan musyrik itu pun menyerang dan berhasil membunuh Ashim dan
enam sahabat lain, hingga tinggallah Khubaib bin Adi, Zaid bin Datsinah dan
seorang sahabat. Orang-orang musyrik itu kemudian menangkap dan mengikat
ketiganya.
Namun sahabat yang tidak diketahui namanya itu kemudian memberontak sambil
berteriak, "Ini adalah pengkhianatan pertama!" serunya sambil berusaha
melawan. Ia pun syahid.
Selanjutnya Khubaib dan Zaid dibawa ke Makkah dan dijual sebagai budak.
Sementara itu, Bani Harits yang selama ini menyimpan dendam kesumat terhadap
Khubaib, mendengar berita tertangkapnya Khubaib. Rupanya nama Khubaib telah
mereka hapal luar kepala, karena Khubaiblah yang membunuh Harits bin Amir,
seorang pemuka Makkah, pada perang Badar. Maka dengan penuh antusias Khubaib
pun mereka beli.
Maka jadilah Khubaib bulan-bulanan seluruh anggota Al-Harits. Setiap hari
sahabat Anshar yang dikenal bersifat bersih, pemaaf, teguh keimanan dan taat
beribadah ini harus menerima siksaan. Suatu hari Khubaib meminjam sebuah pisau
dari salah seorang putri al-Harits untuk keperluannya. Namun tiba-tiba, ada
bocah kecil, anak dari perempuan tadi, mendekat ke arah Khubaib karena
kelalaian ibunya. Sang ibu melihat Khubaib memangku putranya, sementara pisau
berada di tangannya. Serta-merta wanita itu merasa sangat ketakutan.
Melihat hal itu, Khubaib mengetahui kalau ibu anak tersebut takut, ia pun
menenangkan ibu anak tersebut dengan mengatakan, “Apakah engkau khawatir jika
aku sampai membunuhnya? Sungguh aku tidak akan melakukannya.” Perempuan itu pun
berkata, “Demi Allah, aku belum pernah melihat, ada seorang tawanan yang lebih
baik daripada Khubaib. Demi Allah, aku juga pernah menyaksikan dia makan
setangkai buah anggur yang berada di tangannya, padahal ia dalam keadaan
terbelenggu. Dan ketika itu, di Mekah belum datang musim anggur. Itulah sebuah
rezeki yang diberkan Allah kepada Khubaib.”
Al-Harits menakut-nakuti Khubaib, bahwa saudara sekaligus sahabatnya,
Zaid yang juga dibeli keluarga Makkah lainnya, telah dieksekusi. Ia telah
dibunuh dengan cara ditusuk tombak dari lubang dubur hingga tembus ke dadanya!
Namun berita kejam nan sadis ini ternyata tidak berhasil membuat hati
Khubaib ketakutan apalagi berpaling dari keimanannya. Sebaliknya, hal ini
justru membuat dirinya lebih pasrah terhadap ketentuan-Nya. Akhirnya keluarga
Al-Harits pun putus asa. Mereka memutuskan untuk segera mengeksekusi tawanan
yang tegar itu.
Namun sebelum eksekusi dijalankan, Khubaib memohon agar diperbolehkan
melakukan shalat terlebih dahulu. Maka Khubaib mendirikan shalat dua rakaat.
Usai shalat, Khubaib menoleh kepada para algojo yang mengawasinya sambil
berkata, "Seandainya bukan karena dikira takut mati, maka aku akan menambah
jumlah rakaat shalatku."
Inilah shalat sunnah pertama yang dilakukan seorang Muslim ketika akan
menghadapi kematian. Kemudian Khubaib melantunkan sebait syair:
Mati bagiku tak menjadi masalah
Asalkan dalam ridha dan rahmat
Allah
Dengan jalan apa pun kematian itu
terjadi
Asalkan kerinduan kepada-Nya
terpenuhi
Kuberserah kepada-Nya
Sesuai dengan takdir dan
kehendak-Nya
Setelah itu, Khubaib pun disalib pada sebuah tiang. Lalu tanpa sedikit
pun rasa belas kasih, pasukan pemanah menghujaninya dengan anak panah. Dalam
keadaan demikian, seorang pemuka Quraisy menghampirinya dan berkata,
"Sukakah engkau bila Muhammad menggantikanmu sementara kau sehat wal afiat
bersama keluargamu?"
"Demi Allah," jawab Khubaib, "Tak sudi aku bersama anak
istriku selamat menikmati kesenangan dunia, sementara Rasulullah terkena musibah
walau oleh sepotong duri!"
"Demi Allah, belum pernah aku melihat manusia lain, seperti halnya
sahabat-sahabat Muhammad terhadap Muhammad," kata Abu Sufyan suatu hari,
mengenai para sahabat Rasulullah.
Maka tanpa ampun lagi, pedang sang algojo pun menghabisi Khubaib. Namun
sebelum ruhnya meninggalkan raga, Khubaib sempat berucap, "Ya Allah, kami
telah menyampaikan tugas dari Rasul-Mu, maka mohon disampaikan pula kepadanya esok,
tindakan orang-orang itu terhadap kami."
Setelah, itu orang-orang musyrik meninggalkan tubuh Khubaib dalam keadaan
tetap tersalib di tiangnya. Sementara burung-burung nazar yang sejak tadi
berputar-putar menanti mangsanya, tiba-tiba juga meninggalkannya. Rupanya Sang
Khalik tidak ridha hamba-Nya yang taat itu menjadi mangsa burung-burung pemakan
bangkai.
Demikian pula doa yang dipanjatkan seorang hamba kepada Sang Pemilik
dalam keadaan pasrah dan ridha pada ketetapan-Nya. Tampak jelas bahwa Sang Khalik
tidak tega menolaknya. Itu sebabnya, Rasulullah yang ketika itu berada di
Madinah secara mendadak mengutus Miqdad bin Amar dan Zubair bin Awwam untuk
segera menyusul ke tempat Khubaib disalib. Padahal ketika itu tak seorang pun
orang Madinah yang mengetahui peristiwa nahas tersebut.
Setiba di tempat yang dimaksud, Khubaib telah tiada. Senyum kedamaian
tergurat di wajahnya. Dengan menahan kedukaan yang mendalam, kedua utusan tadi
kemudian melepaskan sang mujahid dari tiang salib kemudian membawa dan memakamkannya
di suatu tempat yang hingga detik ini tak seorang pun mengetahuinya.
Merinding ketika pertama kali
hamba membaca kisahnya dan menurut hamba kematiannya merupakan kematian yang
terindah, sebab tetap teguh mempertahankan keimanan islamnya dalam kondisi yang
sangat kritis menjadi tawanan kafi quraisy dan Khubaib sendiri pun sebelum
meninggal melaksanakan Shalat sunnah terlebih dahulu dan berdoa kepada Allah
bahwa telah menyelesaikan tugas dari Rasulullah SAW dan Allah pun menjawab
doanya dengan menyampaikannya kepada Rasul. Semoga saja kita bisa meninggal
dalam kondisi tetap beriman kepada Allah dan kelak akan dimasukkan kedalam
surgaNya.
Komentar
Posting Komentar